Di atas puing-puing reruntuhan, Anas al-Yazji hilir mudik, membantu tim penyelamat mengangkat dan meminggirkan puing-puing bangunan yang hancur akibat serangan brutal Israel. Ada satu harapan yang menyemangatinya, dia bakal segera menemukan kekasihnya, Shaimaa Abul Ouf yang akan segera dinikahinya dua bulan lagi.
Berjam-berjam Anas melakukan pencarian, sejak Israel melancarkan serangan pada Minggu (16/5) sebelum fajar. Dia tetap bertahan sampai Minggu sore, masih dengan harapan utuh kekasihnya akan bertahan.
“Saya akan menunggu di sini sampai kami menemukannya,” kata Anas (24), ketika seseorang menyekop puing-puing dari satu tumpukan ke tumpukan lainnya, seperti dikutip dari The New York Times.
Pada Minggu pagi itu, serangan udara menghantam rumah Shaimaa Abul Ouf. Dua kerabat mengatakan serangan itu menewaskan dua anggota keluarga Shaimaa, sedikitnya 12 keluarga lainnya dan lebih dari 30 tetangga, dan ibunya dalam kondisi kritis.
Pada Minggu sore, Anas hanya menemukan kotak alat dokter gigi yang diambilnya dari balik puing-puing. Shaimaa sedang menjalani pendidikan dokter gigi.
Gagal menemukan Shaimaa lokasi rumahnya yang hancur, Anas menuju rumah sakit. Setiap melihat ambulans yang datang, dia bergegas, mengintip melalui jendela, siapa tahu Shaimaa terbaring masih bernafas di dalamnya. Dia pun berbalik dan menelan kecewa karena yang dilihatnya bukan kekasihnya.
©2021 AFP/MAHMUD HAMS
Beberapa jam kemudian, dia akhirnya mendatangi kamar mayat. Di sana dia melihat jasad Shaimaa terbaring kaku. Anas histeris.
“Berbahagialah,” ujarnya, menjadi kata-kata terakhir untuk calon pengantinnya.
Anas pun pulang membawa kotak peralatan dokter gigi yang ditemukannya di balik puing-puing rumah Shaimaa di kawasan Al-Wehda, distrik mewah di Kota Gaza. Kekasihnya itu seorang mahasiswa kedokteran gigi dan sedang menjalani praktik. Kotak itu akan disimpannya, untuk mengenang Shaimaa.
Pada Minggu sebelum fajar, Israel memborbardir Jalur Gaza. Serangan itu disebut menjadi yang paling mematikan dalam sepekan terakhir.
Militer Israel selalu berdalih serangannya menargetkan infrastruktur militer Hamas, faksi politik yang menguasai Jalur Gaza.
Dalam sebuah pernyataan, Angkatan Darat Israel mengatakan pihaknya menyerang struktur bawah tanah militer Hamas yang berlokasi di bawah jalan. Mereka menuduh Hamas sengaja membangun infrastruktur militernya di bawah rumah warga sipil dan membahayakan mereka.
“Pondasi bawah tanah itu runtuh, menyebabkan rumah warga sipil di atasnya juga runtuh, menyebabkan kematian yang tidak diinginkan,” dalihnya.
Tujuh jam terjebak reruntuhan
Suzy Ishkontana sulit bicara juga makan. Telah dua hari sejak bocah perempuan 7 tahun itu ditarik dari reruntuhan rumah keluarganya, yang hancur akibat serangan udara Israel. Dia terperangkap tujuh jam di dalam reruntuhan sementara saudara-saudara dan ibunya meninggal di dekatnya.
Serangan brutal pada Minggu itu juga menghantam rumah Riyad Ishkontana, ayah Suzy.
Puluhan tim penyelamat, polisi, kerabat dan tetangga berada di reruntuhan rumah Ishkontana untuk mencari korban selamat.
Setelah berjam-jam mencari dan menyingkirkan puing-puing, kerumunan orang mulai meneriakkan takbir, "Allahu Akbar" tanda seseorang berhasil diselamatkan dalam keadaan hidup.
Tubuh Suzy diselimuti debu dan puing-puing ketika ditemukan. Dia terlalu lemah untuk mengangkat kepalanya. Dia menangis ketika dibawa masuk ke ambulans.
©Muhammad Salam/Reuters
Suasana di rumah sakit penuh dengan kebingungan saat para kerabat mencari saudara mereka.
"Apakah ini Yahya? Ini Yahya? tangis beberapa perempuan dan laki-laki yang menunggu nasib kerabat mereka di koridor rumah sakit tak lama setelah tim medis mengabarkan adik Suzy, bocah laki-laki empat tahun, sudah meninggal.
Dua di antara kerabat perempuan itu kemudian pingsan.
Beberapa menit kemudian jasad seorang bocah perempuan dibawa masuk.
“Mereka membawa Dana. Dana apakah kau baik-baik saja?” tanya para kerabatnya.
Dana membisu dan kaku. Bocah itu ternyata tak lagi bernyawa, tewas bersama kakak perempuan dan laki-lakinya.
Setelah memeriksa keadaan Suzy dokter mengatakan dia tidak mengalami luka serius hanya memar-memar. Suzy harus menjalani pemeriksaan sinar-X untuk memastikan dia baik-baik saja.
Riyadh mengatakan dia yakin keluarganya diselamatkan karena ada dokter yang tinggal di gedung yang sama dan dia menempatkan anak-anak di ruangan yang aman.
“Tiba-tiba serangan roket menghancurkan dinding, menimbulkan kobaran api,” kata Riyad kepada Reuters.
Dia kemudian berlari untuk memeriksa anak-anak ketika serangan kedua menghantam atap rumah.
“Saya mendengar suara Zain berteriak minta tolong, ‘Ayah, ayah! Suara terdengar jelas tapi saya tidak bia mencarinya karena terjebak,” kata dia.
Ketika tim penyelamat memanggil-manggil para korban. Riyadh terlalu lemah untuk mengeluarkan suara. Tapi setengah jam kemudian seseorang kembali datang dan membawa rombongan untuk menyelamatkannya.
‘Jangan takut, tetaplah bermain’
Di tengah kecamuk perang dan rudal yang tiba-tiba bisa menghantam, Ahmed Al-Mansi (35) berusaha tetap tenang dan menghibur anak-anaknya. Ahmed berusaha mengalihkan perhatian anak-anaknya agar mereka tidak ketakutan.
“Jangan takut. Tetaplah bermain.”
Kata-kata itu selalu dia lontarkan kepada dua putrinya ketika pesawat tempur Israel meraung-raung di atas kepala mereka.
Bocah-bocah itu pun menjerit ketakutan, memanggil ayah mereka, dan menutup telinga dengan bantal sofa saat mendengar pesawat tempur tersebut.
Pada perayaan Idulfitri, Ahmed membelikan putrinya mainan pancing magnet. Hadiah itu juga dibelikan untuk mengalihkan perhatian mereka dari keadaan yang mencekam di Gaza.
Ahmed kemudian merekam aktivitas putrinya saat bermain dengan mainan barunya, hanya beberapa menit sebelum serangan. Video itu kemudian diunggah di akun YouTube keluarganya, “Sarah and Hala stars” pada Kamis (13/5).
Tapi siapa sangka video itu menjadi video terakhir yang diunggahnya. Tiga hari kemudian dia tewas dalam serangan Israel, Minggu (16/5).
©Muhammad Salam/Reuters
Kakak Ahmed, Hamed (36), seorang fotografer terkenal di Gaza, mengatakan kepada The Independent, hari sebelum Ahmed terbunuh, dia menggelar pesta ulang tahun untuk Hala, putrinya yang berusia 6 tahun.
“Dia berusaha melakukan segalanya untuk membahagiakan mereka, untuk mengalihkan mereka dari mimpi buruk,” kata Hamed.
Pada hari nahas itu, Ahmed memindahkan keluarganya; kemudian, dengan saudara yang lainnya, Youssef, dia datang membantu Hamed mengungsikan anak-anaknya.
Video pengeboman yang direkam istri Hamed, Haneen, dan dibagikan dengan The Independent menunjukkan tembakan tanpa henti dan intens.
Para orang tua yang ketakutan terdengar mengucapkan syahadat, sementara anak-anak menjerit dan menangis.
Haneen (29) mengatakan dia mulai merekam untuk menandai momen yang dia pikir seluruh keluarganya akan terbunuh saat itu, sebagai sebuah testimoni apa yang terjadi pada mereka.
“Kami dihujani pecahan peluru meriam. Saya sangat takut. Saya menunggu kematian setiap saat,” ujarnya.
Hamed mengatakan dia akhirnya bisa mengungsikan istri dan anak-anaknya dan kembali ke rumah mencari saudara-saudaranya, yang menunggu di jalan.
“Saya jaraknya 10 meter dari mereka ketika rudal Israel menghantam mereka,” ujarnya dengan suara bergetar.
“Saudara-saudara saya tidak membawa roket atau batu. Mereka datang hanya untuk memastikan saya baik-baik saja. Saya menjerit dan menangis meminta bantuan ambulans, itulah mengapa suara saya hilang sekarang.”
“Mengapa mereka bisa melakukan ini?"
Sampai saat ini, jumlah warga Palestina yang menjadi korban jiwa dalam serangan Israel di Gaza sebanyak 219 orang. Dari angka ini, korban anak-anak yang tewas sebanyak 61 orang. Sementara jumlah korban luka lebih dari 1.500 orang.