Pakaian Sakral

Rona Cantik Memesona Berbalut Ulos Khas Adat Batak

Merdeka.com 2021-06-09 12:00:00
Ulos Khas Adat Batak. ©2021 Merdeka.com/Kristin Natalis Telaumbanua

Nuansa hangat menyelimuti wanita Suku Batak berbalut Ulos. Tak hanya kesan kehangatan, kecantikan mereka semakin memesona saat mengenakan Ulos. Ulos merupakan pakaian adat asli Suku Batak, Sumatera Utara. Terkesan sederhana, Ulos merupakan selendang kain tenun dan digunakan sebagai selempang dan baju adat Batak. Selain membuat pemakainya semakin cantik, Ulos punya makna yang mendalam bagi orang Batak.

Perempuan batak biasa mengenakan jenis Ulos yang disampirkan pada kedua bahu. Pemakainya akan terkesan anggun saat berbalut kain Ulos. Aksesoris pelengkapnya berupa penutup kepala bernama Saong. Mengenakan baju ulos lengkap ternyata mampu memancarkan pesona yang begitu menawan.

Tiap motif kain Ulos punya makna tersendiri. Bagi orang Batak, Ulos merupakan benda sakral berupa pesan doa dan moral bagi pemakainya.

©2021 Merdeka.com/Kristin Natalis Telaumbanua

Orang Batak punya pedoman bahwa salah satu unsur pemberi kehidupan bagi manusia ialah kehangatan. Keyakinan unsur kehidupan orang batak ialah darah, nafas, dan panas. Kedua unsur awal ialah pemberian Tuhan, sedangkan unsur ketiga akan kurang ketika hanya mengandalkan matahari dan api, terlebih di malam hari.

Pasalnya, nenek moyang Batak senang tinggal pada dataran tinggi yang dilindungi pepohonan rindang. Kain ulos menjadi solusi penghangat bagi mereka selain matahari dan api.

Api dan matahari tidak praktis saat dibutuhkan. Berbeda dengan kain ulos yang kapanpun dan dimanapun dapat digunakan. Hingga orang Batak begitu menjadikannya sebuah benda yang sakral dan punya aturan adat penggunaanya.

©2021 Merdeka.com/Kristin Natalis Telaumbanua

Ulos punya makna terdalam dalam sebuah pepatah Batak. “Ijuk pangihot ni hodong, Ulos pangihot ni holong” yang bermakna “Jika ijuk adalah pengikat pelepah pada batangnya, maka Ulos adalah pengikat kasih sayang antara sesama”. Praktik adat Batak menggunakan ulos ini disebut Mangulosi atau memberi ulos.

Makna kasih sayang dengan keberadaan Ulos dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari Adat Batak. Mulai dari merawat bayi, hingga pada perayaan adat Suku Batak.
Dalam aturan adatnya, pertama Ulos diberikan kepada kerabat usia dibawahnya. Misalnya orang tua kepada anak atau Natoras tu ianakhon. Selain itu Hula-hula kepada Boru atau keluarga laki-laki kepada keluarga Istri dalam sebuah ritual pernikahan.

©2021 Merdeka.com/Kristin Natalis Telaumbanua

Ada tiga cara mengenakan Ulos. Siabithonon, yakni dipakai sebagai baju atau sarung. Motiuf ulos Siabithonon ialah Ulos Runjat, Jobit, Ragidup, dan Sibolang. Kemudian Sihadanghononhon, yang dapat dikenakan pada bahu. Motifnya ialah Ulos Mangiring, Sumbat, Sirara, dan Bolean.

Penggunaan Ulos terakhir ialah Sitalitalihononhon yang digunakan sebagai pengikat atau penutup kepala. Motif ulosnya ialah Ulos Tumtuman, Mangiring, Padang Rusa. Namun tak menutup kemungkinan saat ini mengenakan ulos untuk berbagai kebutuhan.

©2021 Merdeka.com/Kristin Natalis Telaumbanua

Makna kesederhanaan melekat pada pemakai ulos. Namun di balik itu punya beragam makna dan do'a untuk pemakainya. Perempuan Batak akan semakin cantik menawan ketika memakai Ulos. Begitu pula bagi laki-laki yang merupakan simbol tanggung jawab ketika upacara perkawinan.

Hingga saat ini, pengrajin kain Ulos membuatnya dengan teknik tradisional. Ulos merupakan kain tenun yang dibuat menggunakan alat tenun bukan mesin. Saat ini Ulos menjadi komoditas yang mudah didapatkan. Harganya berkisar ratusan hingga jutaan, tergantung ukura, motif, dan kerumitan saat proses tenun.

Gadis Bermata Bule

Kilau Mata Biru Suku Buton, Sindrom Langka Bak Orang Eropa

Merdeka.com 2021-06-10 18:00:00
Kilau Mata Biru Suku Buton. ©2021 Merdeka.com/Dus Banunaek

Sebagian besar orang Indonesia didominasi dengan kornea berwarna hitam dan cokelat. Sedangkan orang Eropa memiliki warna kornea biru dan berkilit putih. Ada fenomena unik, mereka tidak orang Eropa melainkan asli penduduk Indonesia. Namun mata mereka biru berkilau di antara warna kulit cokelat mereka. Pesona eksotis ini akan banyak ditemui pada Suku Buton, tepatnya di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara.

Namun di balik keistimewaannya, mata biru yang mereka miliki ialah sebuah sindrom. Penyakit langka ini disebut Sindrom Waardenburg. Kelainan yang bersifat autosomal yang ditandai dengan gangguan pendengaran. Selain itu, kelainan pigmen terjadi pada penderita Sindrom Waardenburg. Warna mata, kulit dan rambut akan terlihat berbeda pada umumnya.

Mata kanannya berkilau biru, sedangkan mata kiri nampak cokelat seperti umumnya. Seolah mata mereka mirip mata orang Eropa.

©2021 Merdeka.com/Dus Banunaek


Perpaduan bola mata kanan dan kiri yang berbeda warna. Bahkan tak jarang ditemui mereka memiliki kedua mata yang berwarna biru layaknya orang Eropa. Terkesan eksotis, warna mata mereka menjadi unik dan menarik. Hingga kini fenomena mata biru suku Buton selalu mencuri perhatian publik.


Dulunya, orang bermata biru menjadi stigma buruk. Mereka dianggap tak wajar dan sering mendapatkan ejekan dari teman-teman mereka. Namun saat ini mereka lebih dianggap istimewa, bukan hanya pengidap penyakit langka, namun kilau mata mereka terkesan indah menawan.

©2021 Merdeka.com/Dus Banunaek

Penelitian terkini mengemukakan bahwa Sindrom Waardenburg terjadi karena mutasi gen. Mutasi genetik memengaruhi melanosit atau jenis sel kulit. Perubahan genetik melanosit kemudian membuat warna rambut, kulit, dan mata menjadi berubah. Terkadang, kejadiannya membuat gangguan pada pendengaran.

Kelainan sindrom ini merupakan bawaan sejak lahir. Mata biru menjadi ciri khas penderita Sindrom Waardenburg orang Buton. Pengidapnya terjadi pada 1 dibanding 42.000 orang. Bahkan penderita mata biru belum tentu memiliki keturunan anak bermata biru juga. Hal tersebut membuat sindrom ini menjadi kejadian yang langka.

©2021 Merdeka.com/Dus Banunaek


Beberapa orang berpendapat bahwa kelainan genetik ini bermula saat bangsa Portugis datang ke Buton. Mereka menjalin kerjasama hingga hubungan perkawinan dengan warga lokal. Munculah keturunan orang buton bermata biru. Mulanya hubungan Buton dan Portugis berjalan lancar. Hingga suatu saat terjadi perpecahan.

Stigma buruk keturunan buton yang bermata biru digemparkan oleh Belanda yang baru datang. Dengan siasat andalan mereka berupa politik adu domba. Orang Buton bermata biru dianggap sebagai penghianat. Sehingga anak hasil perkawinan Buton dan Portugis mengasingkan diri hingga ke Wakatobi, Ambon, hingga Malaysia.

Stigma yang dibangun Belanda membekas hingga bertahun-tahun lamanya. Keturunan bermata biru memang tertutup dengan orang baru. Namun saat ini stigma tersebut mulai memudar, komunitas bermata biru di Buton mulai membuka diri berkat foto mereka yang tersebar di media massa.

©2021 Merdeka.com/Dus Banunaek

Tidak sepenuhnya orang bermata biru Buton yang menderita Sindrom Waardenburg memiliki dampak buruk. Berdasarkan riset, ada kejadian orang bermata biru yang benar-benar dari faktor genetik. Tidak ada gangguan fisik yang dirasakan oleh penderita tersebut.


Keistimewaan mereka merupakan aset yang harus dijaga. Bukan sebagai orang yang punya keterbelakangan, namun kilau mata mereka menjadi hal spesial yang harus dikagumi keistimewaannya.

Berat 4 Kg di Kepala

Keanggunan Wanita dalam Busana Adat Lampung Pepadun

Merdeka.com 2021-06-11 13:00:00
Baju Adat Lampung Tulang Bawang. ©2021 Merdeka.com/Story Art31

Berbalut kebaya berwarna putih dengan siger atau mahkota, wanita berbusana adat Lampung Pepadun ini nampak anggun. Berbagai perhiasan digunakan mulai dari ujung kaki sampai ke kepala. Kemilau emas menambah kesan estetik sendiri saat menggunakan busana adat Lampung Pepadun.

Busana adat Lampung Pepadun memiliki model, corak, dan keunikan tersendiri tidak dimiliki dari suku lain. Setiap detail hiasan pakaian sang wanita memiliki makna. Dari siger yang berlekuk 9, kain tapis yang melilit, gelang dan kalung dan segala pernak-perniknya. Menggunakan busana Adat Lampung Pepadun seolah menggambarkan kebesaran kebudayaan Lampung.

Corak warna pakaian adat istiadat Lampung Pepadun adalah warna putih dan aksesorinya kuning keemasan. Meski terlihat sederhana dengan baju berwarna putih namun pernak-perniknya membuat adat Lampung Pepadun terlihat bersahaja dan berkelas.

©2021 Merdeka.com/Story Art31

Keelokan pesona wanita dalam balutan adat Lampung Pepadun tertuju pada hiasan kepala, Siger Pepadun. Mahkota emas kekuningan ini memiliki 9 lekukan ini tersemat manis di kepala dengan berat mencapai 4 kilogram. 9 lekukan di siger ini menandakan ada sembilan marga asal Lampung yang bersatu yang disebut lekuk siwa atau siwo.

Ujung mahkotanya yang berbentuk runcing melambangkan aliran sungai yang ada di Lampung. Bunga logam yang menjuntai menyimbolkan kesucian dari sang wanita. Seraja bulan yang menyimbolkan keagungan.

Penampilan wanita saat menggunakan siger Pepadun tentu saja terlihat lebih anggun dan menawan. Dengan segala filosfi dan makna yang terkandung di dalamnya.

©2021 Merdeka.com/Story Art31

Suku Pepadun yang merupakan suku dari daerah Lampung memiliki ciri khas busana berwarna putih dan emas. Sang wanita tampil menawan dengan kebaya berwarna putih tertutup. Bagian bawah, kain tapis kain tradisional Lampung dengan pola motif khusus dari benang emas atau perak melilit manis menutup tubuh bagian pinggang hingga mata kaki.

Meskipun terlihat sederhana, namun penampilan sang wanita terlihat elegan dengan segala pernak-perniknya. Di dada dan lehernya terkalung kalung papan jajar, kalung jukum, kalung panjang. Bagian lengannya, gelang burung, gelang kano, gelang bibit. Perhiasan pinggang berupa selempang pinang yang melintang dari bahu ke pinggang.

©2021 Merdeka.com/Story Art31

Ikat pinggang yang terbuat dari kain beludru berwarna merah berhias kelopak bunga dari kuningan ini menampilkan lekuk tubuh. Tak lupa, jemarinya ditutup dengan emas yang runcing bernama Tanggai. Tanggai melambangkan kehalusan dan kecantikan dari putri – putri raja. Setiap detail aksesoris busana adat Lampung Pepadun ini memiliki makna sakral.

©2021 Merdeka.com/Story Art31

Feminin, elegan, bersahaja dan juga berkelas tersirat saat menggunakan busana adat Lampung Pepadun. Tak sedikit pria yang terpikat saat wanita menggunakan busana adat Lampung Pepadun karena menimbulkan kesan yang berbeda.

Pakaian adat Lampung Pepadun merupakan salahsatu peninggalan budaya nasional. Hingga saat ini busana adat Lampung Pepadun masih sering dipakai untuk hari pernikahan dan pertunjukan seni tari. Dengan memakai busana tradisional Lampung ini menjaga kearifan lokal daerah serta turut melestarikan budaya Indonesia.


Cerita di Balik Mahkota

Pesona Pengantin Wanita dengan Adat Minang, Auranya Makin Terpancar

Merdeka.com 2021-06-10 13:30:00
Baju Adat Minang. ©2021 Merdeka.com/Suhairy Triyadhi

Aura cantik mempelai wanita terpancar dalam balutan busana adat pengantin Minangkabau. Suntiang, sang mahkota kebanggaan wanita Minangkabau tersemat manis di kepala Anak Daro (pengantin wanita Minang). Menjulang tinggi berwarna keemasan dengan detail-detail yang menawan. Menambah kesan mewah dan elegan.

Bukan dengan kebaya, tubuhnya berbalut indah dengan baju kurung. Baju longgar dari kain beludru tanpa menampilkan lekukan tubuh sang mempelai. Dengan warna merah menyala sesuai warna khas Minang. Disulam dengan motif emas di setiap sisinya. Dari bagian pundak, tangan sampai ke pada tepian bawah dekat kaki. Semuanya terasa sempurna dengan motif dan manik-manik serba emas.

Didominasi warna merah dan emas memiliki makna tersendiri. Warna merah melambangkan keberanian dan kepahlawanan, Kuning mengandung arti kerajaan. Warna-warna cerah ini membuat rona kebahagiaan sang mempelai wanita nampak terasa. Senyum manis menambah kecantikan sang mempelai dalam busana adat pengantin Minangkabau.

©2021 Merdeka.com/Suhairy Triyadhi

Tak bisa dipungkiri, mahkota Suntiang memang berhasil memikat. Tak jarang saat menggunakan suntiang, aura cantik mempelai wanita semakin terpancar. Beberapa orang langsung dibuat pangling saat melihatnya.

Penampilan mereka memukau meski harus menahan beban berat mencapai 6 kilogram. Ini lah makna suntiang sejatinya, bahwa beban yang akan dipikul dalam bahtera rumah tangga tidaklah mudah namun tetap harus bakoh.

Terlihat memiliki detail rumit, Suntiang memiliki banyak jenis dan bentuk. Semuanya berbeda, ditentukan berdasarkan asal daerahnya. Seperti Suntiang Solok, Suntiang Pariaman, Suntiang Tanah Datar, Suntiang Kurai, dan masih banyak lagi. Namun, suntiang yang dipakai secara umum sekarang biasa disebut Suntiang Padang Pesisir.

©2021 Merdeka.com/Suhairy Triyadhi

Ada empat jenis hiasan yang disusun membentuk suntiang pada hiasan kepala pengantin minang ini. Lapisan yang paling bawah adalah deretan bunga Serunai. 3-5 lapis bunga Serunai ini membentuk dasar bagi sunting minang. Tingkatan kedua, deretan bunga gadang sebanyak 3 - 5 lapis.

Hiasan yang paling atas adalah kembang goyang. Sedangkan hiasan sunting yang jatuh di pipi kanan dan pipi kiri pengantin minang ini disebut kote-kote.Tak cukup sampai di situ, pada bagian dahi juga tersemat laca. Penghias berbentuk seperti kalung. Semua ornamen cantik ini menambah kesan mewah di adat pernikahan Minang.

©2021 Merdeka.com/Suhairy Triyadhi

Pakaian pengantin adat Minang memang berbeda yaitu menggunakan baju kurung. Lebih dari busana, sejatinya baju kurung adalah baju yang disakralkan masyarakat
Minangkabau. Warisan leluluhur nenek moyang. Baju kurung memiliki makna terkurung, tidak boleh berbuat semena-mena dalam bertindak.

Detail bajunya dilengkapi dengan corak-corak emas yang kemilau. Emas adalah lambang kemakmuran ataulambang keberadaan. Wanita merupakan hiasan dan lambang keberadaan kaum dan Nagari. Wanitabagi masyarakat Minangkabau adalah pewaris dan penerus keturunan.

Baju kurung dengan kancing di belakang ini menampilkan kesan sederhana namun tetap elegan. Meski nampak menawan, kini banyak mempelai masa kini yang mengombinasikan suntiang dengan kebaya modern.

©2021 Merdeka.com/Suhairy Triyadhi

Berbagai perhiasan juga turut mempercantik sang mempelai wanita. Di antaranya gelang garobah yang berukuran besar, gelang pilin kepala bunting. Kemudian gelang kareh emas, serta cincin.

Tak lupa, riasan yang flawless dengan warna cerah membuat sang mempelai wanita semakin menawan. Menggunakan busana adat Minang di hari istimewa menjadi kebanggaan tersendiri, selain memukau juga turut melestarikan budaya Indonesia.

Taring Macan

Cantik Menawan Berbalut Baju Adat Ta'a Sapei Sapaq Khas Suku Dayak

Merdeka.com 2021-06-08 12:00:00
Cantik Menawan Berbalut Ta'a Sapei Sapaq. ©2021 Merdeka.com/Shandy

Balutan baju dengan manik-manik indah semakin mempercantik wanita berbaju Adat Dayak. Ta'a Sapei Sapaq merupakan pakaian adat asli Suku Dayak, suku asli yang mendiami Pulau Borneo. Wajah cantik menawan dihiasi dengan aksesoris pelengkap baju Ta'a Sapei Sapaq. Ikat kepala dengan helaian bulu burung Enggang membuatnya semakin elegan.

Wanita Suku Dayak menggunakan pakaian adat yang disebut Ta'a. Sedangkan pria mengenakan Sapei Sapaq. Ciri khas utama keduanya berada pada motif baju dan aksesoris kepala. Keduanya menjadi ikon khas baju adat Ta'a Sapei Sapaq Suku Dayak selama berabad-adad.

Wanita yang memakai baju adat Ta'a akan terlihat menawan. Kecantikannya semakin terpancar dengan balutan baju daerah dengan manik-manik yang meriah.

©2021 Merdeka.com/Shandy

Kesan cantik eksotis melekat pada wanita berpakaian Ta'a. Pakaian Ta'a berupa kain beludru. Model baju Ta'a merupakan baju berbentuk rompi. Rompi pakaian ini dikenal dengan nama Inog. Ciri motifnya khas dengan lengkung dedaunan bernuansa alam. Rajutan manik-manik warna-warni dengan apik menghias baju adat ini.

Tak hanya pada bagian depan dan belakang, rajutan manik-manik menggantung di lengan atas dan lengan bawah. Tak ketinggalan manik-manik turut memeriahkan gelang baju Ta'a. Pada pakaian resminya gelang biasanya terbuat dari tulang binatang yang disebut dengan Laku Salem.

Nuansa elegan menyelimuti berkat adanya rumbai rajutan manik-manik pemakai baju Ta'a. Hiasan ini bernama Uleng. Berupa kalung yang menghiasai leher hingga dada baju Ta'a. Rumbai rajutan juga dapat ditemui pada baju Sapei Sapaq.

©2021 Merdeka.com/Shandy

Tak hanya itu, kesan cantik natural semakin terpancar, berkat mahkota baju adat Ta'a Sapei Sapaq yang bernama Jina Aban. Mahkota dengan bulu burung Enggang yang menjulang. Bulu Enggang menunjukkan burung endemik pulau Kalimantan. Corak bulunya berwarna cokelat hingga motif hitam putih. Burung Enggang melambangkan kesetiaan dan perdamaian.

Cara mendapatkan bulu Burung Enggang bukan dari hasil perburuan. Mendapatkannya harus mencari ke hutan dari bulu yang telah rontok atau burung yang telah mati. Suku dayak biasa mengambil dan menyimpannya untuk digunakan di kemudian hari.

Selain itu mahkota semakin mencolok dengan adanya rajutan manik-manik. Bahkan, mahkota dihias dengan taring macan, hingga paruh burung Enggang. Mengenakan mahkota baju Dayak ini membuat wanita semakin jantik jelita.

©2021 Merdeka.com/Shandy

Rona kecantikan semakin membara dengan aksesoris Sabau, anting yang menghiasi telinga. Sabau juga terbuat dari manik-manik yang dirangkai dengan apik.

Pada pakaian bawah berupa rok dengan hiasan yang hampir sama. Motif rajutan nuansa alam dengan gambar daun dan binatang. Warna motif mencolok seperti merah, hijau, biru, hingga putih. Membuat pemakainya menjadi semakin anggun.

©2021 Merdeka.com/Shandy

Baju Adat Ta'a mencerminkan makna anggun dan sederhana. Kecantikan wanita Dayak berpadu dengan keindahan dan keserasian alam. Baju adat Dayak ini melambangkan wanita Suku Dayak yang percaya diri, berkarakter, dan penuh kewibawaan. Sedangkan Sapei Sapaq mengandung filosofi keperkasaan, keberanian, dan tanggung jawab.

Baju Ta'a Sapei Sapaq sering dipakai di berbagai perayaan resmi Suku Dayak. Upacara adat, penyambut tamu agung, hingga upacara perkawinan. Tak hanya itu, lenggang bulu Enggang semakin menawan pada tarian tradisional Suku Dayak.

Darah Bangsawan

Pesona Wanita Berbalut Payas Agung Bali, Elegan bak Bangsawan

Merdeka.com 2021-06-08 13:00:00
Payas Agung Bali. ©2021 Merdeka.com/I Wayan Arfian

Tidak bisa dipungkiri, saat wanita menggunakan pakaian adat kecantikannya semakin bertambah. Rasa bangga juga turut hadir saat menggunakan baju ciri khas daerahnya. Salah satu baju adat Indonesia yang menarik perhatian ialah Payas Agung Bali.

Busana Payas Agung adalah baju pernikahan khas Bali. Dulunya hanya darah Bangsawan saja yang mengenakan pakaian ini, namun sekarang semua kalangan bisa menggunakannya. Didominasi dengan warna emas, mahkota tinggi yang menjulang. Para wanita ini terlihat anggun, cantik dan elegan.

Payas Agung Bali memang membuat para wanita ini terlihat bak ratu bangsawan dengan pernak-pernik emas. Kecantikan semakin terpancar dalam balutan Payas Agung Bali.

©2021 Merdeka.com/I Wayan Arfian

Polesan riasan saat menggunakan Payas Agung juga punya detail yang menawan. Pada bagian dahi sang wanita terdapat lengkangan atau srinata. Dengan lengkungan ini wanita terlihat lebih bersahaja. Di antara kedua alisnya tepat di bagian terdapat bindi.

Bindi dalam agama Hindu diyakini sebagai simbol penanda cinta, kecantikan, kemakmuran, kehormatan, hingga penangkal nasib buruk. Dahi menjadi lokasi penggunaan bindi karena diyakini dahi merupakan tempat cakra ke-6.

Bibir nampak penuh berwarna kemerah-merahan. Kelopak mata tak terlihat sayu dengan riasan eyeshadow berwarna senada. Alisnya tegas terukir jelas. Bagian telinga terdapat anting berukuran cukup besar tersemat manis di telinga. Semua riasan ini melengkapi pesona Payas Agung Bali.

©2021 Merdeka.com/I Wayan Arfian

Keelokan pesona wanita dalam balutan Payas Agung Bali tertuju pada hiasan kepala. Bagian kepala terdapat mahkota tinggi menjulang, petitis dan tajug emas. Mahkota menjulang tinggi terdiri dari bunga sandat dan ditutup bunga kap emas. Kemilau warna emas mahkota membuat sang wanita terlihat berkelas.

Payas Agung lekat dengan kesan etnis, mewah dan spesial. Oleh karena itu pakaian ini tidak ditujukan untuk beragam aktivitas. Hanya digunakan pernikahan atau acara tertentu saja.

©2021 Merdeka.com/I Wayan Arfian

Pernak-pernik emas menghiasi di bagian tubuh. Gelang kana terlingkar di bagian pangkal lengan. Gelang naga satru yang dipakai di pergelangan tangan serta cerik di bahu sebelah kiri. Corak dengan ukiran emas ini membuat wanita terlihat seperti seorang putri.Warna emas membuat tubuh wanita terlihat lebih bercahaya.

©2021 Merdeka.com/I Wayan Arfian

Kain atau sesanteng terlilit melilit tubuh dari dada hingga ke jari kaki. Menampilkan bahu yang terbuka. Memamerkan bahu indah wanita dan memberikan kesan anggun. Penampilan wanita dengan Payas Agung semakin elok dengankain songket dengan corak mencolok dan warna-warna cerah.

Bagian pinggang, tersemat pending emas untuk menampilkan bentuk lekuk tubuh yang ramping. Kecantikan dalam diri seolah bertambah. Feminin, elegan, bersahaja dan juga berkelas. Pesona wanita dalam balutan Payas Agung memang tak boleh diragukan lagi.

Dipakai The Real Sultan

Cantik Jelita Berbalut Babu Nggawi, Baju Adat Tolaki Sulawesi Tenggara

Merdeka.com 2021-06-11 12:15:00
Babu Nggawi, Baju Adat Tolaki. ©2021 Merdeka.com/Agus Apriyanto

Senyum mereka menambah kesan menawan dengan balutan busana khas Sulawesi Tenggara. Babu Nggawi ini menjadi simbol adat Suku Tolaki yang penuh dengan manik-manik. Aksesoris keemasan membuat wanita Suku Tolaki terlihat cantik jelita. Motif bunga indah bersarang sebagai mahkota dan baju angun mereka. Mengiringi gerakan tubuhnya pada Tari Dinggu asli Sulawesi Tenggara.

Babu Nggawi dikenakan oleh wanita Suku Tolaki, sedangkan pria mengenakan Babu Nggawi Langgai. Keduanya selalu hadir dalam corak dan warna yang serasi. Kesan adat Tolaki akan kental menyelimuti. Para wanita akan terlihat cantik jelita berkat Babu Nggawi yang elegan dan menawan.

Menurut sejarahnya, Babu Nggawi dibuat berbahan kulit kayu dari hutan. Modifikasi dari perkembangan zaman menjadikan Babu Nggawi dibuat dari kain. Namun konsepnya tidak berubah sama sekali. Babu Nggawi tidak memiliki kancing baju layaknya pada baju Kebaya.

©2021 Merdeka.com/Agus Apriyanto

Baju atasan Babu Nggawi disebut Lipa Hinoru, Sedangkan bawahan bernama Rio Mendaa. Lipa Hinoru berupa baju potongan pendek satu bahu. Lipa Hinoru tidak memiliki kancing baju. Mengenakannya bak sebuah pakaian kaus. Babu Nggawi umumnya berwarna hitam, putih, merah, biru dan cokelat. Penggunaan warna disesuaikan dengan status sosial yang berbeda-beda.

Warna hitam dan putih bermakna keluhuran hati dan kematangan dalam membina adat istiadat. Pemakainya ialah golongan bangsawan. Sedangkan baju warna biru, merah, dan cokelat bermakna kemuliaan dan kesucian pada masyarakat. Dikenakan oleh golongan bangsawan.

Namun saat ini siapa saja bisa mengenakan Babu Nggawi. Perkembangan moda busana membuat Babu Nggawi menjadi pakaian resmi yang istimewa layaknya Suku Tolaki Sulawesi Tenggara.

©2021 Merdeka.com/Agus Apriyanto

Paras wanita pemakai Babu Nggawi akan terpancar berkat aksesoris yang melekat. Hiasan kepala berupa tusuk konde dan hiasan sanggul berbentuk bunga keemasan yang berkilauan bak sebuah mahkota. Selain itu anting atau andi-andi turut memeriahkan penampilan wanita Tolaki. Terbuat dari manik-manik dengan warna mencolok dan semakin mempercantik.

Tak hanya itu, kalung leher atau eno-eno bermotif kelopak bunga keemasan juga dipasangkan. Hiasan bagian depan baju ini sering ditemui pada pemakai Babu Nggawi. Motif bunga mencolok yang disesuaikan dengan corak khas Suku Tolaki.

Gelang tangan atau bolosu berwarna keemasan dikenakan di perelangan tangan. Gelang dengan lebar 10 cm ini menghiasi lengan pemakai Babu Nggawi. Tak lupa solop atau alas kaki menjadi akseosoris pelengkapnya.

©2021 Merdeka.com/Agus Apriyanto

Kesan aggun akan terpancar berkat Rio Mendaa dengan corak warna yang selalu disesuaikan dengan Lipa Hinoru. Jika baju berwarna merah, bawahan juga akan berwarna merah. Sarung ini bentuknya menjulang hingga mata kaki.

Keunikan yang mecolok ialah rumbai-rumbai hiasan pada pinggang. Rumbai helaian kain diikat dengan sulepe atau ikat pinggang yang lebar. Bak mahkota bunga yang akan melikuk beriringan dengan tarian Suku Tolaki.

©2021 Merdeka.com/Agus Apriyanto

Pasangan mempelai pernikahan akan menawan dengan Babu Nggawi dan Babu Nggawi Langgai. Pakaian adat ini sering diterapkan pada perayaan resmi di berbagai daerah di Indonesia. Merupakan hal positif untuk menjaga Babu Nggawi tetap ada dan dikenal masyarakat.

Pakaian Tradisional ini sering dikenakan pada ritual adat, pernikahan hingga acara resmi lainnya. Terdapat 3 suku besar di Sulawesi Tenggara yakni Tolaki, Buton, dan Muna. Namun Babu Nggawi dipilih dan didaulat menjadi baju adat nasional resmi Provinsi Sulawesi Tenggara.

Bukan Busana Sembarangan

Paras Menawan Berbalut Pattuqduq Towaine, Baju Adat Khas Suku Mandar

Merdeka.com 2021-06-10 12:30:00
Pattuqduq Towaine Baju Adat Khas Suku Mandar. ©2021 Merdeka.com/Agus Apriyanto

Sang penari wanita gemulai menarikan tarian adat Suku Mandar. Penampilan semakin memukau dengan bajuPattuqduq Towaine. Busana adat resmi Suku Mandar suku lokal yang mendiami daratan Sulawesi Barat. Baju adat Pattuqduq Towaine bukan sembarang baju biasa. Perempuan Suku Mandar hanya mengenakannya hanya untuk mengiringi tarian adat atau Patuqdu beserta pesta pernikahan.

Hiasan kepala berupa tanduk kerbau memberikan kesan eksotis wanita daerah. Dibanding baju adat pria, Pattuqduq Towaine Pattuqduq Towaine perempuan terbilang jauh lebih kompleks. Aneka aksesoris tambahan yang melekat pada kepala, badan dan tangan. Begitu pula baju utama yang memiliki motif dengan makna dibalik kecantikannya. Perempuan akan terkesan cantik menawan, pesonanya terpancar ketika mengenakan Pattuqduq Towaine.

Pattuqduq Towaine memiliki 5 bagian utama yakni penghias kepala, penghias badan, dan perhiasan tangan. Baju utamanya juga punya motif berupa simbol budaya dan status sosial adat.

©2021 Merdeka.com/Agus Apriyanto

Di atas senyum raut wajah mereka terdapat mahkota yang memberikan kesan eksotis dan berwibawa. Penghias rambut ini memiliki makna berupa penanda status sosial. Pada bagian rambut terdapat tusuk bunga yang berwarna warni. Pada dasarnya, tusuk bunga berbahan dasar emas. Bentuk tusuk bunga berbeda-beda apakah pemakai berasal dari bangsawan atau rakyat biasa.

Selain itu anting-anting dan manik-manik terpasang indah. Pada tangan mereka terdapat gelang yang turut mempercantik penampilan. Terdapat gelang yang dikenal dengan Jimma Salletto untuk rakyat biasa, dan Jima Maborong untuk wanita bangsawan. Keduanya berupa gelang lebar yang dikaitkan pada lengan.

Tak hanya itu, berbeda perayaan beda pula gelang yang dikenakan. Selain Jimma Salletto dan Jima Maborong, terdapat gelang Gallang Balleq, Poto, Teppang, hingga Sima-simang.

©2021 Merdeka.com/Agus Apriyanto

Baju berlengan pendek ini dikenal dengan sebutan Rawang Bono. Biasanya cenderung cerah, namun juga sering ditemui dengan warna sederhana seperti hitam. Rawang Bono biasa dikenakan pada acara pernikahan, sedangkan baju Pokko untuk mengiringi tarian adat.

Motif rajutan pada baju Rawang Bono sederhana berupa rajutan beralur dari atas hingga bawah. Beberapa manik-manik juga terdapat pada selingan rajutan baju ini. Selain itu manik-manik turut memperindah ujung lengan selang-seling dengan motif bunga mungil.

Perisai berupa kain bermotif juga menjadi aksesoris pada Rawang Bono. Disebut dengan Kawari yang menyilang pada badan. Jumlahnya 2 hingga 4 perisai, tergantung pada status sosial aturan adat yang diberlakukan.

©2021 Merdeka.com/Agus Apriyanto

Sedangkan baju bagian bawah berupa sarung yang terbuat dari hasil tenun tradisional khas Mandar. Sedangkan motifnya berupa Sureq Maraqdia atau corak raja dan Sureq Batu Dadzima.

Terdapat corak motif lain berupa Sureq Pengulu, Sureq Puang Lembang, dan Sureq Puang Limboro. Ragam motif Pattuqduq Towaine juga menandakan simbol yang menunjukkan status sosial, apakah dia seorang bangsawan atau sebagai rakyat biasa.

Namun kini nilai perbedaan status sosial tersebut sudah mulai hilang. Perkembangan zaman membuat aturan adat semakin memudar. Banyak orang menggunakan Pattuqduq Towaine sebagai mode fesyen yang berkesan kultural.

©2021 Merdeka.com/Agus Apriyanto

Setidaknya, total keseluruhan aksesoris yang digunakan untuk mengiringi tarian adat berjumlah 18 buah. Sedangkan saat upacara pernikahan berjumlah 24 buah. Sangat menunjang kecantikan perempuan mandar untuk tampil lebih menawan.

Berbeda dengan kelengkapan baju adat pria yang hanya berupa jas hitam sederhana dengan sarung tenun Mandar beserta ikat pinggang dan penutup kepala. Kesederhanaan tersebut dilandasi pria Mandar harus bertindak gesit dan cekatan dalam hal pekerjaan.