Tak ada yang Meringankan Sambo

Dituntut Penjara Seumur Hidup, Ini yang Memberatkan Ferdy Sambo

Merdeka.com 2023-01-17 13:37:54
Ferdy Sambo dituntut penjara seumur hidup. ©Liputan6.com/Johan Tallo

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa Ferdy Sambo dengan hukuman penjara seumur hidup atas kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Sidang tuntutan ini digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Tuntutan itu diberikan kepada Ferdy Sambo dengan menimbang sejumlah pertimbangan yang dianggap menjadi hal yang memberatkan terdakwa.

"Perbuatan terdakwa menghilangkan nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat dan luka yang mendalam bagi keluarganya. Terdakwa berbelit dan tidak mengakui perbuatannya dan memberikan keterangan di persidangan," kata JPU dalam persidangan, Selasa (17/1).

Selain itu, apa yang dilakukan Ferdy Sambo tidak sepatutnya dilakukannya sebagai aparat penegak hukum. Apalagi, jabatan terdakwa saat itu merupakan Kadiv Propam Polri.

"Akibat perbuatan terdakwa, menimbulkan keresahan dan kegaduhan yang luas di masyarakat. Perbuatan terdakwa tidak sepantasnya dilakukan dalam kedudukannya sebagai aparatur penegak hukum dan petinggi Polri," ujarnya.

Setimpal dengan Kejahatan Sambo?

Ancaman Penjara Seumur Hidup, Setimpal untuk Kejahatan Ferdy Sambo?

Merdeka.com 2023-01-18 13:24:11
Ferdy Sambo dituntut penjara seumur hidup. ©Liputan6.com/Johan Tallo

Ferdy Sambo dituntut hukuman penjara seumur hidup atas kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Tuntutan penjara itu berdasarkan dakwaan premier Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Guru Besar Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Prof Dr Hibnu Nugroho menilai tuntutan hukuman penjara seumur hidup untuk Ferdy Sambo merupakan pilihan yang bagus. Sebab, lanjut dia, kalau hukumannya kurang dari seumur hidup bisa memantik permasalahan.

"Saya secara normatif sesuai pasal yang didakwakan yaitu 340 terhadap pidana seumur hidup dan tak ada yang meringankan. Ini sebagai bentuk keadilan menurut jaksa, karena kalau (hukumannya) kurang itu menjadikan suatu permasalahan tersendiri. Ini pilihan yang bagus," ujar Prof Hibnu saat dihubungi merdeka.com, Rabu (18/1).

Dia memahami tak sedikit kalangan yang menginginkan Ferdy Sambo dipidana mati. Termasuk harapan dari keluarga Brigadir J yang berharap mantan Kadiv Propam itu dihukum maksimal.

"Kenapa tidak pidana mati? Kalau sampai pidana mati, saya berpikir akan kesulitan nanti seandainya jaksa mengabulkan pidana mati. Karena dari segi proses, pidana mati itu sampai sekarang untuk eksekusinya, politik hukum kita agak jalan di tempat," jelas dia.

"Padahal hukum itu harus selesai, jaksa sebagai pemohon juga mengeksekusi, sehingga kalau tak bisa mengeksekusi berarti ditahan, dan hukum belum selesai," kata dia menambahkan.

Menurut Prof Hibnu, Ferdy Sambo bisa juga divonis hukuman mati oleh hakim. Sebab, kata dia, hakim

"Bisa (pidana mati), hakim masih punya kewenangan seandainya nanti ada pertimbangan tersendiri, bisa pidana mati. Itu maksimal. Pidana mati bisa dimungkinkan," tegas dia.


Tak Ada yang Meringankan

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa Ferdy Sambo dengan hukuman penjara seumur hidup atas kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Sidang tuntutan ini digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Tuntutan itu diberikan kepada Ferdy Sambo dengan menimbang sejumlah pertimbangan yang dianggap menjadi hal yang memberatkan terdakwa.

"Perbuatan terdakwa menghilangkan nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat dan luka yang mendalam bagi keluarganya. Terdakwa berbelit dan tidak mengakui perbuatannya dan memberikan keterangan di persidangan," kata JPU dalam persidangan, Selasa (17/1).

Selain itu, apa yang dilakukan Ferdy Sambo tidak sepatutnya dilakukannya sebagai aparat penegak hukum. Apalagi, jabatan terdakwa saat itu merupakan Kadiv Propam Polri.

"Akibat perbuatan terdakwa, menimbulkan keresahan dan kegaduhan yang luas di masyarakat. Perbuatan terdakwa tidak sepantasnya dilakukan dalam kedudukannya sebagai aparatur penegak hukum dan petinggi Polri," ujarnya.

"Perbuatan telah mencoreng institusi Polri di mata masyarakat Indonesia dan dunia Internasional. Perbuatan terdakwa telah menyebabkan banyaknya anggota Polri lainnya turut terlibat," sambung JPU.

Selain itu, JPU menegaskan, tidak ada hal yang dapat meringankan Ferdy Sambo dalam perkara yang menjeratnya.

"Hal-hal yang meringankan tidak ada," pungkasnya.

Baca juga:
Hal Meringankan Tuntutan Putri Candrawathi: Berlaku Sopan dan Belum Pernah Dihukum
Penampilan Serba Putih Putri Candrawathi Hadapi Sidang Tuntutan Pembunuhan Brigadir J
Lawan Tuntutan Jaksa, Putri Candrawathi Bacakan Pleidoi Pekan Depan
Ekspresi Putri Candrawathi Dituntut 8 Tahun Penjara, Tertunduk Lesu Mata Sendu
Reaksi Putri Candrawathi Dituntut 8 Tahun Bui, Pengunjung Sidang Langsung Bersorak

'Ekspresi Sambo Seolah Tak Ada Penyesalan'

Ayah Brigadir J: Ekspresi Ferdy Sambo Tak Ada Penyesalan Dituntut Seumur Hidup

Merdeka.com 2023-01-17 19:12:28
Samuel Hutabarat Ayah Briagdir J. ©2023 Merdeka.com/Hidayat

Ferdy Sambo dituntut hukuman seumur hidup atas kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Samuel Hutabarat, ayah Brigadir J menilai tak ada ekspresi penyesalan dari Ferdy Sambo saat JPU membacakan tuntutan.

"Kami melihat ekspresi wajah Ferdy Sambo selama sidang sama saja tidak ada penyesalan," ujar Samuel di Kecamatan Bahar, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, pada Selasa (17/1).

Menurut dia, Ferdy Sambo dari awal persidangan dilihat dari matanya, gerak geriknya masih tetap seperti awal persidangan, tidak ada perubahan. Dia mengapresiasi Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut mantan kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dengan penjara seumur hidup.

Kata Samuel, sesuai dengan yang tercantum dalam dakwaan JPU tentang Pasal 340 KUHP yang hukumannya mencapai seumur hidup.

Bharada E Menangis di Depan Hakim

Tangis Bharada E Pecah Usai Dituntut 12 Tahun Penjara Kasus Pembunuhan Brigadir J

Merdeka.com 2023-01-18 15:51:54
Sidang Bharada E, Bripka RR dan Kuat Maruf. ©Liputan6.com/Johan Tallo

Isak tangis Bharada E alias Richard Eliezer Pudihang Lumiu usai mendengar tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Bharada E dituntut 12 tahun penjara dalam kasus pembunuhan Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Pantauan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (18/1), Bharada E yang memakai kemeja putih lengan pendek duduk di bangku terdakwa langsung memejamkan mata usai mendengar tuntutan JPU. Tak berselang lama air mata berurai membahasi pipinya.

Bharada E terlihat menundukkan kepala sembari menggenggam tangan. Mengernyitkan dahi. Sesekali jemarinya mengusap hidung hingga pipi yang basah oleh air mata.

Isak tangis Bharada E terus berlanjut ketika menghampiri tim penasihat hukum untuk berkonsultasi menanggapi tuntutan JPU. Tangannya beberapa kali menghusap air mata di wajah. Tim kuasa hukum terlihat berusaha menenangkan Bharada E hingga kembali ke kursi terdakwa

Bharada E mengajukan nota pembelaan atau pleidoi menanggapi tuntutan JPU. Pleidoi akan dibacakan pekan depan.


Bharada E Dituntut 12 Tahun Penjara

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumui alias Bharada E dengan hukuman 12 penjara. Dia adalah orang yang menembak Brigadir J. Bharada E satu dari lima terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J.

"Menuntut supaya majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumui dengan pidana dengan pidana penjara selama 12 tahun. Dan dipotong masa tahanan. Memerintahkan terdakwa tetap berada di masa tahanan," ujar Jaksa, Rabu (18/1).

Jaksa menilai Bharada E telah bersalah melakukan pembunuhan terhadap Brigadir J. Dalam surat tuntutan, Bharada E dinilai melanggar Pasal 340 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

"Richard Eliezer Pudihang Lumui telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana merampas nyawa secara bersama-sama," ujar Jaksa.

Baca juga:
Richard Eliezer Langsung Berekasi Dituntut Jaksa 12 Tahun Penjara, Begini Eskpresinya
Bharada E Dituntut 12 Tahun Penjara
Penampilan Serba Putih Putri Candrawathi Hadapi Sidang Tuntutan Pembunuhan Brigadir J
Hal Meringankan Tuntutan Putri Candrawathi: Berlaku Sopan dan Belum Pernah Dihukum
Hal Memberatkan Putri Candrawathi hingga Dituntut 8 Tahun Penjara Kasus Brigadir J
Momen Sidang Putri dari Meringankan hingga Lawan Tuntutan JPU 8 Tahun Bui via Pledoi
Kubu Brigadir J Kecewa Putri Candrawathi Dituntut 8 Tahun: Lebih Baik Bebaskan Saja

Di Balik Tuntutan 12 Tahun untuk Bharada E

Kejagung: Bharada E Bukan Pengungkap Fakta Hukum yang Pertama

Merdeka.com 2023-01-19 11:45:44
Bharada E Dituntut 12 Tahun. youtube merdeka

Tuntutan 12 tahun penjara terdakwa Bharada E alias Richard Eliezer Pudihang Lumiu menuai pro dan kontra. Sebab, Bharada E telah berstatus justice collaborator (JC) dalam perkara pembunuhan berencana Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana menjelaskan pertimbangan jaksa salah satunya karena Bharada E bukanlah pengungkap fakta hukum yang pertama. Melainkan, keluarga korban Brigadir J yang awalnya mengungkap peristiwa tersebut.

"Dia (Bharada E) bukan penguak, mengungkapkan fakta hukum yang pertama. Justru keluarga korban itu yang jadi pertimbangan," jelas Ketut dalam jumpa pers di Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (19/1).

Terkait status justice collaborator Bharada E, Ketut mengungkap belum bisa menjadi pertimbangan jaksa dalam penuntutan.

"Beliau (Bharada E) merupakan pelaku utama, sehingga tidak dapat juga dipertimbangkan yang harus mendapatkan justice collaborator," bebernya.

Sejumlah pertimbangan jaksa tersebut, berdasarkan UU serta surat edaran yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung.

Dalam aturan tertulis tindak pidana pembunuhan berencana tidak termasuk dalam pengajuan justice collaborator (JC).

Wajah Sendu Putri Tertunduk Lesu

Ekspresi Putri Candrawathi Tertunduk Lesu Dituntut 8 Tahun Bui Kasus Pembunuhan Yosua

Merdeka.com 2023-01-18 12:56:35
Ekspresi Putri Candrawathi. ©2023 Merdeka.com

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Putri Candrawathi, istri Ferdy Sambo dengan delapan tahun penjara. Putri dinilai sah dan meyakinkan terlibat dalam pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Sepanjang persidangan berlangsung, tampak wajah Putri lesu. Meskipun dia duduk sangat tenang. Pada persidangan hari ini, Putri mengenakan setelah baju serba putih.

Beberapa kali, Putri tampak mengerutkan keningnya. Kedua tangannya saling menggenggam dan diletakkan di atas kedua pahanya.

Tuntutan Putri Candrawathi Disoraki

Pengunjung Sidang Soraki Tuntutan 8 Tahun Penjara Putri Candrawathi

Merdeka.com 2023-01-18 13:52:55
Putri Candrawathi usai dituntut 8 tahun penjara. ©2023 Liputan6.com/Johan Tallo

Terdakwa Putri Candrawathi tertunduk lesu saat mendengarkan tuntutan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Ia saat itu dituntut delapan tahun penjara atas perkara pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Ternyata tak hanya Putri saja yang menunjukkan ekspresinya itu, melainkan juga para pengunjung yang sempat bersorak ketika JPU membacakan tuntutan tersebut.

Saat itu, JPU sempat berhenti sejenak ketika mendengar sorakan dari para pengunjung. Namun, hal itu hanya berselang beberapa detik saja yang kemudian JPU melanjutkan pembacaan tuntutan tersebut.

Mengetahui masih ramainya suara para pengunjung atas tuntutan yang diberikan oleh JPU tersebut. Majelis hakim pun meminta para pengunjung untuk tetap tenang dan menghargai persidangan.

"Mohon untuk para pengunjung untuk tenang, atau kami bisa perintahkan untuk saudara dikeluarkan. Mohon untuk tenang, hargai persidangan," ujar majelis hakim dalam persidangan, Rabu (18/1).

Dituntut 8 Tahun Penjara

Putri Candrawathi siap mendengar tuntutan yang akan dibaca tim jaksa penuntut umum (JPU). Putri menjadi terdakwa pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Putri tampak mengenakan baju putih dan celana putih serta masker putih. Dia cukup tenang mendengarkan poin kesimpulan persidangan yang dibacakan jaksa. Mukanya terlihat lesu. Di pangkuannya, ada sebuah tas kecil berwarna hitam. Sidang pembunuhan Yosua sudah digelar sejak 17 Oktober silam.

Setelah mendengarkan kesaksian dari para saksi dan ahli yang dihadirkan selama persidangan. Termasuk mendengarkan kesaksian dari Putri secara langsung, maka jaksa memutuskan menuntut istri Ferdy Sambo itu dengan pidana 8 tahun penjara.

"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Putri Candrawathi dengan pidana penjara selama 8 tahun, dipotong masa tahanan dengan perintah Terdakwa tetap ditahan," kata jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (18/1).

Tuntutan Hukuman yang Mengecewakan

Tangis Kecewa Ibunda Brigadir J Mendengar Putri Candrawathi Dituntut 8 Tahun Penjara

Merdeka.com 2023-01-18 15:55:12
Putri Candrawathi usai dituntut 8 tahun penjara. ©2023 Liputan6.com/Johan Tallo

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Putri Candrawathi 8 tahun penjara atas kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Samuel Hutabarat, ayah almarhum Brigadir J mengaku pihak keluarga sangat kecewa atas putusan tersebut.

"Kami sangat kecewa, karena kami sekeluarga sudah sama-sama mengikuti persidangan yang ada di PN Jakarta Selatan melalui siaran tv, dan mendengarkan hanya 8 tahun Putri dituntut," kata Samuel Hutabarat, di rumahnya, pada Rabu (18/1).

Kata Samuel, istrinya juga saat mendengar tuntutan Putri hanya 8 tahun penjara langsung histeris menangis, yang mana seorang ibu merasa kecewa terhadap JPU.

"Kami kecewa itukan keikutsertaan Putri Candrawathi pembunuhan anak kami," katanya.

©2023 Merdeka.com/Hidayat

Tak Ada Celah Membebaskan Bripka RR

Begini Pertimbangan Jaksa Tuntut Bripka RR 8 Tahun Bui Perkara Pembunuhan Yosua

Merdeka.com 2023-01-16 17:05:03
Sidang Bharada E, Bripka RR dan Kuat Maruf. ©Liputan6.com/Johan Tallo

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa Ricky Rizal dengan kurungan penjara 8 tahun atas kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J. Adapun keputusan itu berdasarkan alasan memberatkan dan meringankan yang ada.

"Kami Penuntut Umum berkesimpulan bahwa perbuatan Terdakwa Ricky Rizal Wibowo telah terbukti secara sah dan meyakinkan serta telah memenuhi rumusan-rumusan perbuatan pembunuhan berencana sebagaimana yang telah didakwakan dalam dakwaan Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat ke-1 KUHP," tutur jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (16/1).

Menurut jaksa, bahwa sepanjang pemeriksaan di persidangan telah didapat fakta-fakta kesalahan Ricky Rizal, yang kemudian dari fakta tersebut tidak terdapat adanya hal yang dapat membebaskan terdakwa dari pertanggungjawaban pidana ataupun tidak ditemukan adanya alasan pemaaf serta pembenar atas perbuatannya.

"Oleh sebab itu terhadap perbuatan terdakwa tersebut maka terdakwa wajib mempertanggungjawabkan dan untuk itu terdakwa harus dijatuhi hukuman yang setimpal dengan perbuatannya," jelas dia.

Jaksa menyebut, hal yang memberatkan Ricky Rizal bahwa perbuatannya mengakibatkan hilangnya nyawa Brigadir J dan duka mendalam bagi keluarga korban. Terdakwa juga berbelit-belit dan tidak mengakui perbuatannya dalam memberikan keterangan di persidangan.

"Perbuatan terdakwa tidak sepantasnya dilakukan dalam kehidupannya sebagai aparatur penegak hukum," ujar jaksa.

Sementara hal yang meringankan yakni Ricky Rizal berusia muda dan masih ada harapan untuk memperbaiki perilakunya. Terdakwa juga merupakan tulang punggung keluarga dalam mencari nafkah.

"Terdakwa masih memiliki anak-anak yang masih kecil dan membutuhkan bimbingan seorang ayah," kata Jaksa.

Reporter: Nanda Perdana/Liputan6.com

Kuat Maruf 'Bantu' Muluskan Pembunuhan

Jaksa Simpulkan Peran Kuat Ma'ruf Bantu Kondisikan TKP Penembakan Brigadir J

Merdeka.com 2023-01-16 12:40:05
Sidang Bharada E, Bripka RR dan Kuat Maruf. ©Liputan6.com/Johan Tallo

Jaksa penuntut umum (JPU) menyimpulkan peran terdakwa Kuat Ma'ruf. Sopir pribadi Ferdy Sambo itu diyakini turut mengkondisikan tempat penembakan Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Hal ini diungkap JPU dalam simpulan pertimbangan tuntutan Kuat atas perkara dugaan pembunuhan berencana Brigadir J. Dengan cara menutup pintu dan jendela rumah dinas Ferdy Sambo di Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.

"Kemudian benar terdakwa Kuat Ma'ruf sesuai dengan pembicaraan dengan saksi Ferdy Sambo mengenai perannya, langsung menutup pintu bagian depan untuk meredam suara dan menutup akses jalan keluar apabila korban Nopriansyah Yosua Hutabarat melarikan diri," ujar jaksa saat sidang di di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin, (16/1).

Menurut JPU, keterlibatan Kuat Ma'ruf dengan tindakan menutup pintu dan jendela tak sesuai tupoksinya sebagai asisten rumah tangga (ART). Terlebih kondisi lokasi yang masih terang dan seharusnya belum ditutup.

"Kemudian, terdakwa Kuat Ma'ruf naik ke lantai dua untuk menutup pintu balkon di saat kondisi matahari masih terang benderang belum gelap. Gambar CCTV terlampir di surat tuntutan," sambung jaksa.

Sehingga, JPU merasa heran atas peran Kuat Ma'ruf yang kesehariannya diberi tugas mempersiapkan kebutuhan sehari-hari anak Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, bersekolah di Magelang.

Adapun, keterlibatan terdakwa Kuat Ma'ruf terkait dengan perannya dalam rencana pembunuhan disimpulkan JPU berdasarkan keterangan saksi selama proses persidangan.

"Ini disimpulkan dari keterangan saksi Diryanto alias Kodir, keterangan terdakwa Kuat Ma'ruf dan keterangan saksi Richard Eliezer," kata jaksa.

Dalam perkara ini, Kuat Maruf didakwa melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Secara bersama-sama, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Richard Eliezer alias Bharada E.

Mereka didakwa turut terlibat dalam perkara pembunuhan berencana bersama-sama merencanakan penembakan terhadap Brigadir j pada 8 Juli 2022 di rumah dinas Komplek Polri Duren Tiga No. 46, Jakarta Selatan.

"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain," ujar jaksa saat dalam surat dakwaan.

Berdasarkan dakwaan premier pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Hukuman itu lebih ringan dibandingkan dengan hukuman maksimal yang mencapai pidana mati.


Sempat Disindir Hakim

Sebelumnya, Hakim Ketua Wahyu Iman Santosa melontarkan sindiran kepada terdakwa Kuat Maruf, karena dirasa banyak lupa ketika memberikan keterangan terkait kejadian penembakan Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Sindiran itu disampaikan Wahyu, saat sidang pemeriksaan terdakwa Kuat dalam perkara dugaan pembunuhan berencana Brigadir J. Berawal dari cecaran hakim perihal detik-detik sebelum penembakan Brigadir J.

"Pada saat saudara mengatakan ketika diminta saudara Ferdy sambo memanggil Yosua ke dalam. Saudara ingat gak apa yang digunakan di tangan Ferdy Sambo?" tanya hakim saat sidang di PN Jakarta Selatan, Senin (9/1).

"Waktu ketemu enggak ingat. Pokoknya (kata Sambo) langsung 'wat dimana Yosua'," kata Kuat tirukan ucapan Sambo.

"Adakah saudara melihat tangan saudara Ferdy Sambo memegang sesuatu?" tanya hakim kembali

"Enggak megang apa-apa," ucap Kuat.

Kuat mengaku tidak melihat Ferdy Sambo memakai sarung tangan hitam maupun menenteng senjata api (senpi), saat dirinya diperintah untuk memanggil Ricky Rizal alias Bripka RR dan Brigadir J di luar rumah.

"Tidak melihat, langsung nyuruh saya memanggil Yosua dan Ricky," ucap Kuat.

Kuat yang banyak menjawab tidak mengetahui atau lupa, lantas kena sindir Hakim. Ketika dicecar perihal pesan singkat dari Diryanto asisten rumah tangga (ART) alias Kodir soal rumah dinas duren tiga yang sudah siap.

"Kan sebelumnya, saudara Kodir sudah WA kepada saudara?" tanya hakim

"Tidak ada WA ke saya," ucap Kuat.

"Atau ngabarin kalau rumah sudah siap?" cecar Hakim.

"Itu saya juga lupa ketemu Kodir dimana yang mulia," kata Kuat.

"Banyak lupa ya saudara ya. Tapi yang jelas Kodir mengatakan rumah sudah siap itu maksudnya apa?" cecar hakim kembali.

"Biasanya sudah bersih mungkin yang mulia," ucap Kuat.

Mendengar jawaban tersebut, Majelis Hakim nampak seraya menggelengkan kepala dengan kembali bertanya soal tindakan Kuat yang menutup jendela dan pintu rumah sebelum penembakan Brigadir J.

"Kalau rumah sudah bersih sudah siap kenapa pintunya (jendela) belum ditutup?" tanya hakim.

"Ya kurang tahu juga yang mulia," ujar Kuat.

"Kenapa saudara yang menutup pintu?" kata hakim.

"Ya karena kebiasaan saya waktu kerja tugas saya yang menutup pintu," imbuh Kuat.

Menitipkan Harapan pada Hakim

Ferdy Sambo Dituntut Penjara Seumur Hidup, Keluarga Brigadir Yosua Kecewa

Merdeka.com 2023-01-17 16:49:43
Rosti Simanjuntak. ©2022 Liputan6.com/Herman Zakharia

Tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang meminta agar Ferdy Sambo dijatuhi hukuman penjara seumur hidup karena melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir Yosua mendapat respons negatif dari pihak keluarga korban. Mereka kecewa karena tuntutan itu dinilai terlalu ringan.

"Kami merasa sangat kecewa," kata Rosti Simanjuntak, ibu Brigadir Yosua Hutabarat di Jambi, Selasa (17/1).

Rosti meminta keadilan karena putranya telah dibunuh secara sadis, keji, dan biadab. "Saya ibu almarhum Brigadir Yosua, mohon diberikan keadilan yang seadil-adilnya. Kami rakyat kecil yang terzalimi," ucapnya.

"Kami berharap pada hakim yang mulia, memutuskan hukuman yang seadil-adilnya untuk kami. Terlebih bagi anak kami, Nofriansyah Yosua, yang telah terbunuh secara sadis dan biadab," imbuhnya.


JPU Tidak Punya Nyali

Sementara kuasa hukum keluarga Brigadir Yosua, Ramos Hutabarat mengatakan JPU tidak memiliki nyali untuk menuntut Ferdy Sambo dengan hukuman mati, karena semua unsur Pasal 340 telah terpenuhi.

"Kami melihat JPU hanya memberikan hukuman seumur hidup saja, sementara dari pertimbangan mereka yang disampaikan itu sudah memenuhi semua unsur," jelasnya.

Ramos mempertanyakan alasan JPU tidak menuntut dengan hukuman mati, karena semua unsur sudah terpenuhi dan tidak ada alasan meringankan. Menurutnya, hukuman itu sesuai dengan rasa keadilan untuk keluarga Brigadir J.

Dia menambahkan, isu perselingkuhan yang dibangun JPU tidak berdasar. Hal itu dianggap hanya untuk meringankan hukuman Ferdy Sambo dan terdakwa lain.

"Jadi JPU tersebut diberi kewenangan oleh undang-undang untuk memberikan tuntutan kalau memang sudah pantas. Namun kita juga punya hak untuk menyatakan bahwa kami dari penasihat hukum dan keluarga korban tidak merasa puas terhadap tuntutan tersebut," tegasnya.

"Karena kami melihat niat dari Kuat Maruf, Riski Rizal, yang bantu proses pembunuhan berencana sampai berhasil," imbuh dia.